jump to navigation

KALA SUGALI KEMBALI DICARI Desember 19, 2008

Posted by jemiesimatupang in Uncategorized.
trackback

KALA SUGALI KEMBALI DICARI

Oleh: jemie simatupang

“…Tentang seorang lelaki yang sering keluar masuk bui, jadi buronan Polisi…”. Demikian Iwan Fals dalam lagu Sugali yang booming di era ’80-an. Sugali bercerita tentang seorang bromocorah yang nasibnya berakhir di terjang timah panas. Kisah ini bertalian erat dengan pembasmian preman oleh petrus (penembak misterius) yang merupakan perpanjangan tangan negara pada tahun 1980–1984.

Sugali sendiri tidak lain adalah gali (gabungan anak liar) yang merupakan sebutan preman waktu itu. Kelompok ini ditenggarai sebagai pengacau keamanan dalam masyarakat. Presiden otoriter yang berkuasa waktu itu, Soeharto, memerintahkan alat negara untuk memberikan shock teraphy terhadap para gali. Petrus pun bekerja. Ia berubah menjadi hakim yang dapat memvonis mati seseorang. Ratusan hingga ribuan orang menjadi korban tembak mati.

Pembasmian preman yang dijalankan mengingkari prosedur-prosedur hukum pidana. Tidak ada proses hukum: penangkapan, penyidikan, peradilan. Seseorang yang dicurigai sebagai preman ditangkap kemudian ditembak, pada malam hari mayatnya dibuang ke tanah lapang, pasar, sawah, dan sebagainya. Keesokan harinya masyarakat pun heboh dengan penemuan mayat. Inilah shock teraphy sebagaimana dimaksudkan Soeharto dalam Autobiographynya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989).

Sebagian besar korban petrus adalah mereka yang mempunyai tato. Akibatnya orang-orang yang memiliki tato pada waktu itu terpaksa menghilangkan tatonya dengan segala cara. Dari disetrika sampai disiram air keras. Yang lain memilih bersembunyi ke luar daerah agar tidak diketahui jejaknya, menunggu sampai keadaan aman.

Mobil jenis Jeep pun berubah sebagai kendaraan malaikat maut bagi preman. Kehadirannya mendatangnkan teror. Lintang pukang preman menyelamatkan diri, mengetahui mobil ini melintas. Karena kabarnya petrus biasanya menjemput korbannya dengan kendaraan jenis ini.

Menurut data dari Amnesty Internasional tidak kurang dari 5.000 orang menjadi korban keganasan petrus pada waktu itu ( Metro TV dalam Metro Files, Senin, 08/12/08). Inilah cara kerja hukum ditegakkan: salah kaprah. Sampai sekarang pun pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara ini tidak pernah diusut tuntas. Bahkan Soeharto sendiri telah tidak berkuasa dan meninggal dunia.

Sejarah yang terulang

Kini sejarah terulang kembali. Setelah 20 tahun lebih, preman-preman kembali di buru oleh perpanjangan tangan negara: Polisi. Walaupun cara-cara yang digunakan tidak seekstrim pada waktu isu petrus merebak. Di media massa cetak dan elektronik kita melihat, mendengar, dan membaca tentang Polisi yang menangkap orang-orang yang disangka sebagai preman. Ciri-ciri target mereka tidak berbeda dengan sasaran petrus: kebanyakan mereka yang memiliki tato di badan.

Kampanye perang terhadap preman pun terus dikumandangkan. Di setiap pojok kota sekarang kita bisa melihat spanduk besar yang menghimbau untuk segera menghubungi Polisi manakala diganggu preman. Tak lupa di spanduk itu dituliskan nomer telepon Polisi yang bisa dihubungi.

Preman pun kembali kucar-kacir. Terminal, pasar, dan tempat umum yang biasa dijadikan tempat mangkal preman disisir oleh petugas kePolisian. Satu per satu mereka ditangkap guna menjalani proses hukum. Tak ada tempat “aman” lagi bagi mereka.

Terminologi preman sebenarnya tidak ada dalam istilah hukum. Preman merupakan bahasa pasaran. Konotasinya adalah seseorang yang hidup bebas, tidak memiliki pekerjaan, suka menebarkan teror, suka memeras, dan sejumlah stereotipe lainnya. Biasanya mereka menggunakan atribut tato. Begitulah pengertian preman yang hidup dalam masyarakat.

Akibat tak jelasnya pengertian itu, razia preman yang dilancarkan Polisi pun menjaring banyak korban yang sebenarnya bukan preman. Seseorang yang tidak memiliki kartu penduduk dan pengangguran pun dapat digolongkan sebagai preman manakala ia kedapatan berada di tempat umum. Hanya karena mereka memakai tato ditubuhnya. Polisi juga tak jarang menangkap gelandangan dan pengemis yang memang sering berkeliaran di tempat-tempat umum.

Padahal tato bukanlah kejahatan. Sebagian kalangan menganggap tato sebagai karya seni. Bahkan beberapa suku di Indonesia , suka Dayak misalnya, sebagai bagian dari budaya dan kepercayaan. Jadi dengan memiliki tato belum berarti seseorang menjadi preman. Tentu ini salah persepsi.

Memang, tidak ada lagi preman yang dipetruskan. Tidak ada kabar penemuan mayat penuh tato yang dibuang di pasar. Prosedur hukum memang berlaku. Namun perang besar-besar terhadap preman seperti yang dilakukan Polisi sekarang ini bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan problema sosial itu. Buktinya preman terus bermunculan dan ada di mana-mana. Sehingga hal ini harus dilihat ke akar permasalahannya.

Preman dan kegagalan negara

Banyaknya angka preman di negeri ini tak lepas dari dosa negara. Preman lahir karena faktor kemiskinan. Kemiskinan itu sendiri tak lain timbul karena kebijakan negara yang tidak adekuat. Kebijakan yang bersifat developmentalisme, yang mengutamakan pembangunan fisik, dan tidak merata telah mengakibatkan kemiskinan secara terstruktur (kemiskinan struktural).

Pembangunan hanya dinikmati oleh kalangan elit terbatas. Ada distribusi yang tidak adil dalam pembagian kue pembangunan. Masyarakat yang sebenarnya menjadi sasaran pembangunan tidak mendapatkan apa-apa. Lapangan pekerjaan menutup pintu rapat-rapat. Akibatnya sebagian orang harus memenuhi kebutuhan hidup dengan segala cara. Jadi gelandangan dan pengemis pun dilakoni. Yang punya nyali menjadi: preman.

Begitulah preman ada di tengah masyarakat. Keberadaan mereka memang kerap mengganggu keamanan dalam masyarakat. Di terminal bus mereka melakukan pungutan liar dari supir-supir, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan supir dan kendaraannya yang melewati terminal. Di pasar, mereka mengutip pungutan liar dari lapak-lapak kakilima, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan. Dan berbagai pekerjaan ilegal dan melawan hukum lainnya mereka lakoni.

Tetapi lepas dari kejahatan yang mereka lakukan, jelas negara mempunyai andil yang besar terhadap persoalan ini. Mereka timbul karena kegagalan negara. Penangkapan terhadap preman bukanlah jalan keluar yang tepat. Selama masalah utamanya tidak teratasi, maka fenomena preman akan terus ada dari masa ke masa.

Preman akan hilang dengan sendirinya kalau negara ini dapat memberikan jaminan perekonomian bagi warganya. Negara dapat menyediakan lapangan pekerjaan, yang tidak terbatas pada retorika politik menjelang pemilu, sebagaimana digembar-gemborkan akhir-akhir ini. Dengan begitu penggangguran dapat bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang halal. Preman pun bukan pilihan lagi. Yakinlah bahwa tidak ada manusia yang ingin menjadi penjahat (baca: preman). Karena ini tentunya menegasikan nilai-nilai humanis yang ada pada setiap manusia. ***

Komentar»

1. aryalistanto - Juni 12, 2010

asyik banget

2. jemiesimatupang - Juni 26, 2010

terimakasih udah singgah Ar 🙂

Salaman,

jemiesimatupang - Juni 26, 2010

terimakasih

salaman

3. bonar beno. - Maret 18, 2011

oramg berbuat jahat itu dikarnakan faktor pendidikan yg tak mrk miliki , jadi pemerintah harus memberikan pendidikan didesa desa dgn gratis agar pengetahuan mereka akan norma norma susila dan kemasyaratan,dpt dimengerti , jd tdk ada lg perbuatan yg melanggar hukum, itu jg kita kembalikan kepada manusia itu sendiri…..

4. i like it... Bagus banget artikelnya.. - Oktober 10, 2011

jemiesimatupang.wordpress.com/2008/12/19/kala-sugali-kembali-dicari/

5. Iman Nur Hakim - Oktober 10, 2011

bagus banget kak, artikelnya.. Berantas kemiskinan

6. vahrian - Desember 11, 2011

mantap ouy

7. Zaenal-arifin - Juni 8, 2012

kaya`a emang skarang tuh musti di ulang lagi kaya dulu , bentuk PETRUS dan brantas yang nama`a SUGALI , biar aman lagi smua daerah , terutama jakarta .. Meskipun itu agak menyimpang , tapi perlu tindakan serius buat masalah SUGALI jaman skarang … Mohon di pertimbang kan ..

8. Che Susanto - Juli 15, 2012

Good posting, Bro. Tentu yg lebih penting adalah mencari cara agar preman tidak merajalela.

9. terimakasih bung dah ngsih tau. pesan dari saya.. "siapa itu petrus gw tonjok lu" - Maret 24, 2013

google

10. bob triyono - Juni 21, 2013

sudah terlanjur begitu banyak preman.-penjahat dnegri ini dari preman pasar ,sampai preman yg pakai sorban&jubah. Adalagi preman model baru pake dasi duduk dkursi impian, kerjanya tilep uang rakyat… Mereka melakukan kejahatan&kekerasan dimana2 sudah seharusnya diberlakukan petrus lagi biar aman negri ini… Tembak mati semua biar orang2 baik saja yg hidup…

11. Anonim - Juli 23, 2013

Para preman dan penjahat lainnnya tidak bisa dberantas dengan cara kekerasan,klo cuman ditangkap+masukkan penjara..itu cmn membuat pribadi mereka smakin buruk.Penjara di indonesia seperti sampah,seperti tidak ada hukum yg berlaku dan tidak ada bimbingan konseling atau apapun namanya,sbenrnya tidak ada yg ingin berbuat jahat dan masuk kpenjara,itu semua karena tdk ada nya pendidikan dan lapangan kerja yg di dukung pemerintah,.kehidupan kita emang keras zaman sekarang bro.#pengalaman pribadi…

12. orang belum pintar - November 9, 2013

patut direnungkan baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah..

13. Anonim - November 14, 2013

Ada benarnya juga

14. hartono - Januari 2, 2014

yh klo bingung gw. idup di jalan lama banget sampe gw tidur di emperan stasiun setau gw nama’nya preman ada yg dalang’in

15. Anonim - Maret 16, 2014

Kalau pada males sekolah, masih salah pemerintah? Punya motor dikit langsung ngojek, ada prapatan langsung pak ogah. Apasih HAM? Koruptor masuk hotel Sukamiskin itu hukum, dan penduduk liar digusur itu HAM?

16. Jhony Indo Sugali - Mei 6, 2014

PREMAN JUGA MANUSIA YANG JUGA BUTUH MAKAN SEPERTI KITA SEMUA

17. bungkarpasang - Mei 21, 2014

polisi itu ibarat anjing .dan sifat anjing mjiwa pdx.

18. Anonim - Agustus 22, 2014

sangat mempesona

19. Anonim - Januari 23, 2015

hoyya

20. hozlet fals - Januari 23, 2015

hoyya

21. Erna - Maret 16, 2019

One of the extremely important tactics that certain should learn is how exactly to recognize the mindset to make selections.


Tinggalkan komentar